Senin, 10 Juli 2017

KONFLIK ANTAR AGAMA DI INDONESIA

KONFLIK ANTAR AGAMA DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Konflik adalah polarisasi berbagai kepentingan atau keyakinan dari suatu kelompok yang tidak terwadahi aspirasinya secara terus-menerus.Konflik terjadi karena adanya perbedaan, persinggungan dan pergerakan.Sistem nilai, budaya, keyakinan cenderung mengelompokkan masyarakat dalam sekat-sekat kelompok yang bersifat kompetitif dan dominatif dari pada hubungan yang bersifat koperatif. Hubungan sosial yang bersifat dominatif pada akhirnya akan melahirkan hukum tradisional dan primitif yaitu siapa yang kuat itulah yang menang dan berkuasa serta dialah yang membua thukum.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konflik ada sebagai bagian dari proses perubahan sosial yang lahir karena adanya heterogenitas kepentingan seperti kepentingan nilai-nilai keyakinan.

2. Rumusan Masalah
1.Mengapa terjadi Timbulnya Konflik Masyarakat Beragama
2. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
3. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
4. Perbedaan Tingkat Kebudayaan
5. Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama
6. Cara mengatasi konflik antar umat beragama
3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menghimbau seluruh mayoritas agama terutama yang ada di Negara Indonesia untuk  bertoleransi antar agama baik agama islam keristen dan agama-agama yang lainnya.dan juga setiap agama mengajarkan kita untuk saling menghormati masing-masing agama yang lainnya. oleh sebab itu kita harus menghindari konflik-konflik agama agama yang selama ini sering terjadi Negara kita ini dan untuk menghindari konflik-konfik agama seperti konflik agama islam dan keristen dan masih banyak lagi konflik yang terjadi 



BAB II
PEMBAHASAN
1. Timbulnya Konflik Masyarakat Beragama
Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat Dan hal ini telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia.
Pada bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.
Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama.1457
Dengan menggunakan kerangka teori Hendropuspito, penulis ingin menyoroti konflik antar kelompok masyarakat Islam - Kristen di Indonesia, dibagi dalam empat hal, yaitu:
2. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu. Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.
Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan.
Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.1458. Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.
3. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.
Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.
4. Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.
5. Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.
6. Cara Mengatasi Konflik Antar Umat Beragama
Untuk menghindari terpicunya potensi konflik antar umat beragama , diperlukan beberapa cara untuk meredam konflik tersebut , antara lain :
      1.      Bersikap toleransi
Memberi kesempatan dan kebebasan antar umat beragama untuk melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing - masing .
      2.      Bersikap saling menghargai
Tidak saling melecehkan antara satu agama dengan agama yang lain .
      3.      Pengawasan lebih aparat keamanan
Pengawasan lebih bagi aparat keamanan baik pada hari raya maupun tidak untuk menjaga kenyamanan masyarakat dalam beribadah .

BAB III
KAJIAN TEORI
Konflik Islam - Kristen di Indonesia
Awal masuknya kekristenan di Indonesia sebenarnya dalam suasana yang kurang bersahabat, terutama berhubungan dengan kelompok masyarakat beragama, khususnya agama Islam. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, pada abad ke-16, terjadi konflik yang disertai dengan penindasan fisik dan mental dari orang Islam terhadap orang Kristen di Maluku.
Setelah Belanda dikalahkan Jepang, maka keadaan turut berubah dalam hubungan Islam - Kristen di Indonesia. Untuk maksud keuntungan politiknya, Jepang memberikan keleluasaan yang besar kepada Islam untuk turut mendukung berbagai rencana pengukuhan kedudukan penjajahan Jepang di Indonesia.
Pada sisi lain, kelompok Islam beraliran sunni atau santri sejak awal perjuangan untuk merebut kemerdekaan dilihat sebagai jihad untuk melawan kaum kafir dan yang sekaligus merupakan tugas pribadi dan tugas masyarakat dalam umat.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan adalah penampakan ketidakpuasan sebagian santri terhadap gagalnya gagasan negara Islam diberlakukan di Indonesia.
Pada tahun 1985 terjadi pemboman terhadap bank-bank, beberapa gereja, dan Sekolah Teologia. Walaupun pemerintah tidak menyebut dengan jelas pihak yang tersangkut dalam peristiwa itu, namun adalah jelas dalam kejadian yang sebenarnya bahwa beberapa oknum Islam fundamentalis terlibat.
Sudah merupakan gejala umum dalam kerusuhan di Indonesia bahwa bangkitnya oposisi keras Islam mengambil bentuk dalam gerakan anti pemerintah, anti Cia, dan anti Kristen.
Pada tahun 1996 dan awal tahun 1997 diwarnai dengan berbagai kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia. Pada bulan April 1996, Cikampek sebuah kota di sebelah timur ibu kota DKI Jakarta mengalami kerusuhan yang menjurus pada huru-hara SARA, dimana berapa gedung gereja dan SD Kristen dilempari batu oleh massa yang marah. Peristiwa serupa dialami oleh orang-orang Kristen di daerah Cileungsi - Bogor. Pada tanggal 14 April, beberapa Gereja Pantekosta dirusak dan dihancurkan massa, bahkan ada anggota jemaat yang dipukuli oleh massa yang marah dan brutal.
Kasus-kasus yang melanda beberapa kota di Jawa Barat itu ternyata berkembang dan menjalar ke kota Surabaya pada bulan Juni 1996 tidak kurang dari 10 gedung gereja dirusak oleh massa.
Pada tanggal 10 Oktober 1996, kasus yang lebih berat dan lebih luas menimpa kota Situbondo dan sekitarnya. Lebih dari 20 gedung gereja dan beberapa Sekolah Kristen dihancurkan dan ada yang dibakar. Kasus serupa kembali menerpa kota Tasikmalaya. Tanggal 26 Desember 1996, massa mengamuk dan menghancurkan berbagai fasilitas umum, kantor polisi, dan gedung-gedung gereja. Tercatat paling tidak 13 gedung gereja dihancurkan sebagian dibakar, dua sekolah Kristen dan Katolik dibakar.
Pada awal tahun 1997, tepatnya 30 Januari 1997, kembali terjadi kerusuhan di daerah Jawa Barat, yaitu kota Rengasdengklok. Dan, kembali gedung gereja dan Sekolah Kristen dihancurkan dan sebagian dibakar massa.
Masih ada banyak kasus lagi yang berbau SARA. khususnya kental berbau keagamaan yang belum dikemukakan, namun berbagai kasus yang sudah dikemukakan di atas tersirat sentimen keagamaan demikian kuat. Konflik masyarakat beragama Islam dengan orang Kristen tak terhindarkan.
Hakiem (Ed.), Lukman, H, Menggugat Gerakan Pembaruan Keagamaan: Debat Besar Pembaruan Islam, LSIP, Jakarta, 1995   15
Husaini, Adian, MA, Tinjauan Historis Konflik Yahudi Kristen Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2004
Contoh Peristiwa Konflik yang ada di Mataram
Penelitian ini bertujuan mengungkap kasus kerusuhan yang terjadi di Mataram tahun 2000 dan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah, serta upaya merumuskan rekomendasi penanganan dalam mencegah kerusuhan. Latar belakang penelitian adalah keragaman etnis serta agama yang tidak pernah memicu konflik dan kerusuhan, bahkan dalam batas-batas tertentu justru menjadi dasar lahirnya sikap kompetisi terbuka yang sehat dalam kehidupan sosial politik masyarakat Mataram, tiba-tiba dengan keragaman tersebut terindikasi menimbulkan kerawanan yang berdampak pada timbulnya konflik dan kerusuhan di Mataram pada tahun 2000, yang melibatkan penduduk Mataram dengan etnis Cina.
Penelitian ini dilakukan di kota Mataram, mengenai peristiwa kerusuhan Januari 2000 antara pemeluk agama Islam dan Kristen. Penelitian dilakukandengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penelusuran dokumentasi, wawancara mendalam, serta pengamatan di lokasi kerusuhan, pengungsi dan obyek-obyek lain. Studi dokumentasi dilakukan terhadap bahan-bahan yang diperoleh dari media massa, hasil-hasil kajian tentang kerusuhan sosial yang telah dilakukan berbagai pihak dan buku-buku teks. Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dengan obyek penelitian. Pengamatan dilakukan pada lokasi-lokasi bekas kerusuhan dan obyek-obyek lain yang memungkinkan.
Data yang sudah terkumpul disitematisasi dan dianalisis lalu disusun laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kota Mataram yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam, dan etnis lain terutama suku Bali, Buton. Manado merupakan penganut agama yang berbeda dengan masyarakat (mayoritas). Pemeluk agama Islam (76,47 %), sisanya pemeluk agama Hindu (17,55%), Kristen (2,5%), dan Budha (2%).
Peristiwa kerusuhan Mataram disebut 171 karena terjadi pada tanggal 17 bulan 1 (Januari). Pemicunya adalah sikap lamban pemerintah dalam penanganan konflik di Maluku, yang mengakibatkan sejumlah massa setelah mengikuti tabligh akbar di lapangan Umum Mataram untuk menampakan solidaritas terhadap muslim dilakukan diawali dengan pengerusakan  terhadap gereja Immanuel di belakang kantor walikota Mataram. Kerugian akibat kerusuhan meliputi 10 gereja rusak, 30 rumah dan isinya dibakar, 26 pertokoan dan 10 mobil serta 7 sepeda motor dibakar, korban luka-luka 13 orang termasuk anggota polri. Penanganan dan penyelesaian kerusuhan dilakukan berbagai pihak, baik oleh Pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama baik Islam, Kristen dan Hindu. Penyelesaian kerusuhan dilakukan oleh pemerintah daerah dan aparat keamanan  melalui jalur hukum. Polda NTB pada tanggal 22 Januari 2000 mengumumkan pelaksanaan proses hukum terhadap 264 orang yang ditangkap dan 18 orang diantaranya dinyatakan sebagai tersangka.
Upaya pemulihan paska kerusuhan diprakarsai oleh Walilkota Mataram dengan pertemuan tokoh dari berbagai agama, melalui unsur Kandepag, Dandim, Polres, Kodam. Penanganan secara cepat dilakukan Pejabat Pemda beserta tokoh agama, Kepolisian, sehingga kerusuhan dapat diatasi relatif cepat. Kerusuhan berkhir pada sore hari bersamaan berkumandangnya azan maghrib. Untuk menghindari terulangnya konflik dimasa mendatang telah diupayakan penyadaran tentang pentingnya menjaga persatuan toleransi masyarakat yang berbeda agama dan etnik, oleh instansi pemerintah dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat. Agar kelompok yang bertikai tidak saling dendam, penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum dan kesediaan Pemda merenovasi bangunan-bangunan yang rusak. Mengingat ketaatan muslim di Mataram dan NTB pada umumnya terhadap ulama sangat tinggi makadi masa-msa mendatang dalam penanganan masalah-masalah kemasyarakatn Pemda baiknya lebih melibatkan ulama. (Muchit A. Karim).

BAB IV
PENUTUP
v  Kesimpulan
Agama merupakan panduan moralitas manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari untuk menemukan nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan adanya kesadaran beragama, manusia akan memiliki kesadaran tentang betapa pentingnya kehadiran manusia lain. Manusia lain tersebut tentu memiliki berbagai perbedaan dan keunikan tersendiri. Mulai dari suku, agama, ras, maupun golongan. Perlu adanya sebuah kesadaran untuk menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut.
 Agama didefinisikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Dari pengertian tersebut sebenarnya agama dapat digunakan sebagai alat yang meciptakan sebuah keselarasan dalam masyarakat. Sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik jasmani maupun rohani.
v  Saran
Untuk mencapai kerukunan antar umat beragama , masyarakat harus bersikap toleransi antara satu agama dengan agama yang lain untuk menghindari terpicunya potensi konflik antar umat beragama di lingkungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Hakiem (Ed.), Lukman, H, Menggugat Gerakan Pembaruan Keagamaan: Debat Besar Pembaruan Islam, LSIP, Jakarta, 1995   15
Husaini, Adian, MA, Tinjauan Historis Konflik Yahudi Kristen Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2004 ““http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=956&res=jpz”    
“http://primadwianto.wordpress.com/2013/03/14/konflik-agama-di-indonesia/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar